
Labuan Bajo Mau Jadi Wisata Premium, Rakyatnya Sudah Makmur?
Category : Berita Pariwisata , Kementerian
Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Joko Widodo punya mimpi, Labuan Bajo hingga Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) bakal jadi obyek wisata premium di mana hanya turis kelas atas yang bisa menikmatinya. Usulan harga tiketnya pun tak main-main, diwacanakan sebesar US$ 1000 per orang atau sekitar Rp 14 juta.
Rencana untuk mewujudkan wisata premium ini kembali ia singgung di sebuah acara di Ritz Carlton, Kamis pekan ini (28/11/2019).
“Jangan dicampur-campur. Labuan Bajo misalnya, tidak semua orang bisa ke sana, bayarnya mahal. Tapi ini masih di-desain memang, tahun depan baru selesai,” tutur Jokowi, sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia.
Jokowi mengingatkan Menteri Pariwisata Wishnutama agar berhati-hati soal destinasi wisata ini, jika perlu diberlakukan sistem kuota agar jangan tercampur aduk antara yang turis premium dan menengah bawah.
Dalam unggahan akun Instagramnya, @jokowi, Presiden juga terus menerus mensosialisasikan destinasi wisata, salah satunya Labuan Bajo.
“Kita memang memiliki Bali yang sudah sangat terkenal. Dan sekarang, sedang dikembangkan sepuluh Bali baru. Lima destinasi bahkan kita kebut pengembangannya dalam dua tahun ini,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Adapun lima destimasi yang dipromosikan yakni adalah Mandalika (Lombok Tengah, NTB), Labuan Bajo (Manggarai Barat, NTT), Borobudur (Jateng), Danau Toba (Sumatera Utara), dan Manado (Sulawesi Utara).
“Segmennya berbeda-beda, ada yang super premium, medium ke bawah, ada yang untuk wisata ramai-ramai, juga wisata khusus,” ungkap Jokowi.
“Saya berharap, nanti di akhir tahun 2020, semua infrastruktur — calendar of event, produk ekonomi kreatif, dan cenderamata — yang akan mendukung destinasi wisata baru ini akan selesai. Begitu selesai, kita promosi besar-besaran. Wisatawan yang datang pun akan berpromosi sendiri,” kata mantan Wali Kota Solo ini.
Peneliti Alpha Research Database Indonesia sekaligus pemerhati masalah NTT, Ferdy Hasiman, menegaskan soal wisata premium ini sebaiknya Jokowi perlu tinjau ulang dan membeberkan konsepnya lebih rinci kepada masyarakat Manggarai Barat (Mabar).
“Apa yang di dapat rakyat Mabar dari bisnis pariwisata premium ini? Di TNK [Taman Nasional Komodo] saja, penerimaan dari pajak dan retribusi masuk senilai Rp 28 miliar tapi pemasukan untuk Manggarai Barat, daerah lokasi TNK enggak jelas,” tegasnya di Jakarta, Minggu (1/12/2019).
“Sudah begitu masyarakat yang tinggal di Pulau Komodo tak diperhatikan oleh pemerintah bertahun-tahun. [Pemerintah] Pusat ini sungguh tidak adil. Aset TNK berupa biawak komodonya diambil pemerintah pusat, sementara masyarakat di wilayah TNK menjadi tanggung jawab daerah,” tegas Ferdi yang juga berdarah Flores ini.
Terkait dengan infrastruktur, dalam hal ini listrik, Ferdi menegaskan Pembangkit Listik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di Manggarai hanya melayani kelistrikan untuk pariwisata Mabar, sementara kapasitasnya hanya 2×4 megawatt (MW).
Situs Rekadaya mencatat, PLTP Ulumbu merupakan proyek percontohan pertama untuk mengelola panas bumi skala kecil bagi masyarakat terpencil. PLTP ini terletak di Desa Wewo, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai dengan kapasitas sebesar 2 x 2,5 MW.
“Padahal di aturan panas bumi, potensi yang kapasitasnya di bawah 10 mw diambil PLN memakai dana imbursment dari APBN untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat,” tegas Ferdi.
“Masyarakat sekitar Ulumbu enggak dapat listrik, karena listriknya di bawah ke hotel-hotel di Bajo,” katanya.
Sebab itu, dia meminta kepada pemerintah pusat agar jangan hanya melirik Labuan Baju karena yang mendapatkan keuntungan hanya elite dan pengusaha pariwisata, sementara tata kota dan kesejahteraan masyarakat kurang mendapat perhatian.
“Air bersih juga jadi isu krusial masyarakat Labuan Bajo. Sementara air di hotel-hotel itu penuh. Ini [pemerintah] pusat ini ke Bajo hanya untuk melayani bisnis elite aja,” katanya.
Sebab itu, menurut dia ke depan diharapkan PLTP Ulumbu, listriknya tak hanya untuk hotel-hotel di Bajo, melainkan untuk rakyat Manggarai yang selama Indonesia merdeka belum mendapatkan listrik memadai karena PLN kurang memiliki suplai listrik. “Jauh itu Bajo-Ulumbu. Ulumbu di Kabupaten Manggarai, sementara bikin sutetnya di Manggarai Barat.”
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/