
Tingkat Okupansi Hotel Berbintang di Yogyakarta Tembus 50 Persen
Category : Berita Pariwisata
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat sejak akhir pekan lalu, tren okupansi perhotelan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta mulai naik. Hanya saja, tren okupansi hotel tersebut belum merata.
Ketua PHRI DI Yogyakarta, Deddy Pranowo mengatakan kenaikan tingkat hunian itu hanya dialami hotel berbintang yang jumlahnya tak sampai separuh dari 400-an hotel dan restoran yang terhimpun dalam PHRI DI Yogyakarta. “Akhir pekan lalu, Jumat sampai Minggu tanggal 10-12 Juli 2020, untuk hotel berbintang yang beroperasi, tren okupansinya dari 30 sampai 50 persen,” ujar Deddy Pranowo, Rabu 15 Juli 2020.
Deddy menjelaskan, hotel berbintang yang sudah beroperasi sejak Juli 20202 sekitar 75 unit. Selain hotel berbintang, ada pula restoran yang sebanyak 45 unit. Jika ditotal, ada 120 unit yang beroperasi. Namun tren naiknya okupansi di atas 30 persen itu hanya terjadi pada akhir pekan. Di hari biasa, tingkat okupansi kembali anjlok di angka 20 sampai 25 persen.
Untuk hotel non-bintang, Deddy melanjutkan, tingkat okupansi belum beranjak di atas sepuluh persen. Wisatawan yang datang kebanyakan masih memilih hotel berbintang. Okupansi hotel berbintang di masa new normal ini, Deddy melanjutkan, juga bukanlah okupansi sebenarnya seperti sebelum pandemi Covid-19, di mana saat itu hotel-hotel masih bebas menjual seluruh kamar yang tersedia.
Hotel berbintang di kawasan dalam kota Yogyakarta, seperti Jambuluwuk Malioboro terus beroperasi di masa pandemi. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Rata-rata hotel bintang yang menerima tamu di masa transisi new normal hanya menjual 40 persen dari total kamar. Musababnya, jumlah karyawan di setiap hotel juga belum bekerja seluruhnya. Pembatasan kamar juga bertujuan mencegah kerumunan tamu yang berpotensi memicu penularan virus corona.
“Jadi misalkan ada hotel bintang yang sebenarnya punya 300 kamar, yang dijual ke wisatawan hanya sekitar 60 sampai 100 kamar saja. Yang lainnya dibiarkan kosong,” ujar Deddy Pranowo. Ditambah lagi kamar yang usai dipakai atau disewa dilarang langsung ditawarkan ke pengunjung berikutnya. Kamar tersebut harus ‘diistirahatkan’ untuk sterilisasi.
Deddy melanjutkan, naiknya okupansi hotel berbintang sejak akhir pekan lalu didominasi wisatawan dari sekitar DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, seperti Solo, Purwokerto, Semarang, Magelang. Hanya segelintir wisatawan yang berasal dari luar pulau Jawa.
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi menuturkan pelaku pariwisata di masa transisi akan terus dipantau, dibina, dan dikawal dalam masa adaptasi penerapan disiplin protokol pencegahan Covid-19. Dari analisa pemerintah, jika pelaku usaha wisata gagal menerapkan protokol kesehatan, maka sebanyak 70 persen calon wisatawan yang ingin ke Yogyakarta seusai pandemi akan membatalkan kunjungan.
“Yang paling penting saat ini adalah meyakinkan wisatawan agar merasa aman dan nyaman ke Yogyakarta,” kata Heror Poerwadi. “Pemerintah tidak bisa melakukannya sendiri, semua harus turut bergerak.”
Sumber : https://travel.tempo.co/